Di blog ini saya akan bercerita mengenai perbedaan kebiasaan antara  masyarakat Bukittinggi dengan masyarakat Depok. Mengapa saya memilih  bercerita mengenai hal ini karena saya merupakan warga baru di pulau  Jawa ini tepatnya di kota Depok. Saya merantau dari Bukittingi (Sumatera  Barat) untuk melanjutkan pendidikan saya di Depok. Awalnya saya  berpikir bahwa Depok sama dengan kota asal saya. Namun ternyata setelah  saya jalani, sangat jauh berbeda dari pemikiran awal saya tadi. Banyak  sekali perbedaan yang saya dapatkan setelah beberapa bulan di kota Depok  ini. Contohnya:
• Di Depok, orang-orang kebanyakan memberhentikan  angkot atau kendaraan umum  dengan menggunakan tangan kiri. Tapi  angkotnya tetap berhenti meskipun diberhentikan dengan tangan kiri yang  menurut kebudayaan di daerah saya tidak sopan. Sopir angkot di daerah  saya tidak akan berhenti apabila diberhentikan dengan menggunakan tangan  kiri. Jangankan berhenti, sopir itu akan memarahi orang tersebut. Jadi  saya heran dengan kebiasaan seperti itu, meskipun saya juga pernah  melakukannya beberapa kali. Hehehehe. 
• Di Bukittinggi  orang-orang tidak akan berkeliaran lagi jika sudah lewat dari jam 20.00  atau jam 8 malam. Karena daerah Bukittinggi termasuk daerah yang bersuhu  dingin,  orang-orang akan berada di rumah masing-masing sebelum jam 8  malam. Otomatis jalanan menjadi sepi dan kendaraan pun hanya segelintir  yang masih beroperasi.  Namun di Depok tidak. Awalnya saya heran, kenapa  jam 12 malam jalanan di sini masih ramai dengan lalu lalang kendaraan.  Ketika saya tanyakan kepada ibu kos saya, beliau mengatakan bahwa  Jakarta/Depok merupakan kota yang tidak pernah tidur. Pertamanya saya  tidak percaya dan menganggap kalau ibu kos saya hanya bercanda. Namun  setelah saya perhatikan ternyata kata-kata ibu kos saya ada benarnya  juga.   Orang-orang masih banyak keluar masuk stasiun ataupun terminal  meskipun sudah larut malam. 
• Orang-orang Jakarta/Depok termasuk  orang yang cuek terhadap keadaan sekitar. Karena kalau di Bukittinggi  yang kuat akan adat dan sopan santunnya, jika kita berpakaian tidak  sopan atau seronok, pandangan orang-orang akan berbeda terhadap kita.  Dengan diperhatikan seperti itu kita pasti akan tahu kalau orang-orang  tidak suka dengan penampilan kita. Namun di Depok berbeda. Kita  berpakaian seperti apa pun orang-orang tidak akan peduli sama sekali.  Berpakaian seksi, pendek, panjang, besar, atau kecil pun orang tidak  akan berkomentar apa-apa.
• Di Bukittinggi atau Minang saya  diajarkan untuk berkata sopan dengan orang yang baru kenal meskipun  orang tersebut masih muda daripada kita. Karena prinsip orang Minang  dengan kata yang empat, yaitu mandaki (berbicara sopan pada orang yang  lebih tua), manurun (berbicara lemah lembut pada orang yang lebih muda),  malereng (berbicara sopan pada mertua atau orang yang disegani), dan  mandata (berbicara pada orang sebaya). Intonasi saat berbicara juga  harus dipertimbangkan, dengan siapa kita berbicara. Namun menurut  pandangan saya kebanyakan teman-teman atau orang-orang yang baru saya  kenal seenaknya saja berbicara pada orang lain. Mau itu orangtua, anak  kecil, sebaya, orang baru kenal, sama saja. Intonasinya pun sama,  seenaknya saja.  
Itulah beberapa pandangan saya mengenai  perbedaan kebiasaan dari kota asal saya (Bukittinggi) dengan kota tempat  saya menetap sekarang (Depok).  Sebenarnya masih banyak perbedaan yang  akan saya ceritakan. Namun hanya itu yang menurut saya begitu menarik.  Apabila ada kesalahan terhadap tulisan dan perkataan saya, saya mohon  maaf. Apapun perbedaan kebiasaan atau kebudayaan seseorang, itulah  Indonesia. Berbagai macam ragam kebiasaan dan kebudayaan dari   masing-masing daerah.  “Bhinneka Tunggal Ika”. 
Perbedaan kebiasaan antara masyarakat Bukittinggi dengan Depok
18.44 | 
		        
Langganan:
Posting Komentar (Atom)









0 komentar:
Posting Komentar