Pengantar
Terapi Eksistensial-Humanistik
Psikologi telah lama didominasi oleh pendekatan
empiris terhadap studi tentang tingkah laku individu. Banyak ahli psikologi
Amerika yang menunjukkan kepercayaan pada definisi-definisi operasional dan
hipotesis-hipotesis yang bisa diuji serta memandang usaha memperoleh data
empiris sebagai satu-satunya pendekatan yang sahih guna memperoleh informasi
tentang tingkah laku manusia. Di masa lalu tidak terdapat bukti adanya minat
yang serius terhadap aspek-aspek filosofis dari konseling dan psikoterapi.
Pendekatan eksistensial-humanistik menekankan pada renungan-renungan filosofis
tentang apa artinya menjadi manusia yang utuh.
Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa
manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab
berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik
memusatkan perhatiannya pada filosofis si terapis. Pendekatan atau teori
eksistensial-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang
berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan
menjadi tujuan konselingnya, dan menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang
menyangkut keberadaan manusia.
Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi
kepada fokus sentral, sentral memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya
yang tertinggi. ia menunjukkan bahwa manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia
menunjukkan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi
potensinya. Pendekatan eksistensial secara tajam berfokus pada fakta-fakta
utama keberadaan manusia-kesadaran diri dan kebebasan yang konsisten.
Sebenarnya Eksistensial-humanistik dengan tokoh
Victor Frankl dan Rollo May ini bukan terapi, tetapi filsafat sebagai pendekatan
yang berkembang dari reaksi terhadap dua model besar dalam terapi, yaitu Psikoanalisis
dan Behaviorisme. Dalam pandangan Victor Frankl sebagai tokoh Logo Therapy (Logo Therapy adalah terapi yang menekankan pada kebermaknaan hidup
dengan amalan) yang juga bicara eksistensial-humanistik, terapi memasuki dunia
subyektif klien tanpa praduga apapun.
Konsep-konsep
Utama Terapi Eksistensial Humanistik
Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada
diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada
pemahaman atas manusia. Konsep-konsep utama pendekatan eksistensial-humanistik
yang membentuk landasan bagi praktek konseling, yaitu:
a) Kesadaran
diri
Manusia memiliki
kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan
nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seseorang, maka
akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kebebasan
memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para eksistensialis menekan
manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
b) Kebebasan,
tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas
kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut
dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial bisa diakibatkan atas
keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (non-being). Kesadaran atas kematian
memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesadaran
tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang
terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya.
c) Penciptaan
makna
Manusia itu unik dalam
arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan
nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Kegagalan dalam
menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi
dipersonalisasi, alineasi, keterasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha
untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai
tahap tertentu, jika tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menjadi ‘sakit’.
Tujuan
Eksistensial Humanistik
Tujuan mendasar eksistensial humanistik adalah
membantu individu menemukan nilai, makna, dan tujuan dalam hidup manusia
sendiri. Diarahkan untuk membantu klien agar menjadi lebih sadar bahwa mereka
memiliki kebebasan untuk memilih dan bertindak, dan kemudian membantu mereka
membuat pilihan hidup yang memungkinkannya dapat mengaktualisasikan diri dan
mencapai kehidupan yang bermakna. Menurut Gerald Corey, terapi eksistensial
humanistik bertujuan agara klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan
menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat
membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Terdapat 3 karakterisitik
dari keberadaan otentik yaitu:
·
menyadari sepenuhnya keadaan sekarang
·
memilih bagaiman hidup pada saat
sekarang
·
memikul tanggung jawab untuk memilih.
Pada dasarnya terapi
eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri klien dan karenanya meningkatkan
kesanggupan pilihannya, yaitu menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
4 Ciri-ciri
Eksistensial Humanistik
Adapun
ciri-ciri dari terapi eksistensial humanistik adalah sebagai berikut:
a) Eksistensialisme bukanlah suatu aliran,
melainkan suatu gerakan yang memusatkan penyelidikannya. Manusia sebagai
pribadi individual dan ada dalam dunia.
b) Adanya dalil-dalil yang melandasi
c) Berusaha melengkapi, bukan menyingkirkan
dan menggantikan orientasi-orientasi yang ada dalam psikologi
d) Sasaran
eksistensial adalah mengembangkan konsep yang komkomperehensif tentang manusia
dan memahami manusia dalam keseluruhan realitas eksistensialnya. Misalnya pada
kesadaran, perasaan-perasaan, suasana-suasana perasaan, dan
pengalaman-pengalaman pribadi individual yang berkaitan dengan keberadaan
individualnya dalam dunia dan diantara sesamanya. Tujuan utamanya adalah
menemukan kekuatan dasar, tema, atau tendensi dari kehidupan manusia yang dapat
dijadikan kunci kearah memahami manusia.
e) Tema-temanya adalah hubungan anta
manusia, kebebasan dan tanggung jawab, skala nilai-nilai individual, makna
hidup, penderitaan, keputus-asaan, kecemasan, dan kematian.
5 Tema-tema
dan Dalil-dalil Utama Eksistensial
·
Dalil 1: Kesadaran diri
Manusia
memiliki kesanggupan untuk menyadarkan diri yang menjadikan dirinya mampu
melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas
berpikir dan memilih yang khas manusia. Kesadaran diri itu membedakan manusia
dari makhluk-makhluk lain manusia bisa tampil di luar diri dan berefleksi atas
keberadaannya.
Pada
hakikatnya, semakin tinggi kesadaran diri seseorang, maka ia semakin hidup
sebagai pribadi atau sebagaimana dinyatakan oleh Kierkegaard, “Semakin tinggi kesadaran, maka semakin utuh
diri seseorang.” Dengan kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung
jawabnya untuk memilih. Dengan demikian, meningkatkan kesadaran berarti
meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami hidup secara penuh sebagai
manusia.
·
Dalil 2: Kebebasan dan tanggung jawab
Manusia
adalah makhluk yang menentukan diri, dalam arti bahwa dia memiliki kebebasan
untuk memilih diantara alternatif-alternatif, karena manusia pada dasarnya
bebas, maka ia harus bertanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan
nasibnya sendiri. Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi
diri, keinginanm dan putusan pada pusat keberadaan manusia.
Kebebasan
adalah kesanggupan untuk meletakkan perkembangan di tangan sendiri dan untuk
memilih diantara alternatif-alternatif. Para eksistensialis tidak melihat dasar
bagi konseling dan psikoterapi tanpa pengakuan atas kebebasan dan tanggung
jawab yang dimiliki oleh masing-masing individu. Terapis perlu mengajari klien
bahwa dia bisa mulai membuat pilihan meskipun klien boleh jadi telah
menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk melarikan diri dari kebebasan
memilih.
·
Dalil 3: Keterpusatan dan kebutuhan akan
orang lain
Para
eksistensialis berdalil bahwa bagian dari kondisi manusia adalah pengalaman
kesendirian. Bagaimana kita bisa memperoleh kekuatan dari pengalaman melihat
kepada diri sendiri dan dari merasakan kesendirian dan keterpisahan. kita
berjuang untuk menemukan, untuk menciptakan, dan untuk memelihara inti dari ada kita. Salah satu ketakutan dari
konseli adalah bahwa mereka tidak akan menemukan diri mereka. Mereka hanya
menganggap bahwa mereka bukan siapa-siapa.
Para
konselor eksistensial bisa memulai dengan meminta kepada para konselinya untuk
mengakui perasaannya sendiri. Sekali konseli menunjukkan keberanian untuk
mengakui ketakutannya, mengungkapkan ketakutan dengan kata-kata dan membaginya,
maka ketakutan itu tidak akan begitu menyelubunginya lagi. Untuk mulai bekerja
bagi konselor adalah mengajak konseli untuk menerima cara-cara dia hidup di
luar dirinya sendiri dan mengeksplorasi cara-cara untuk keluar dari pusatnya
sendiri.
·
Dalil 4: Pencarian makna
Salah
satu karakteristik yang khas pada manusia adalah perjuangannya untuk merasakan
arti dan makna hidup. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan
identitas pribadi. konseling eksistensial bisa menyediakan kerangka konseptual
untuk membantuk konseli dalam usahanya mencari makna hidup.
Konselor
harus menaruh kepercayaan terhadap kesanggupan konseli dalam menemukan sistem
nilai yang bersumber pada dirinya sendiri yang memungkinkan hidupnya bermakna,
kepercayaan konselor terhadap konseli adalah variabel yang penting dalam
mengajari konseli agar mempercayai kesanggupannya sendiri dalam menemukan
sumber nilai-nilai baru dari dalam dirinya.
·
Dalil 5: Kecemasan sebagai syarat hidup
Kebanyakan
orang mencari bantuan profesional karena mereka mengalami kecemasan atau
depresi. banyak konseli yang memasuki kantor konselor disertai harapan bahwa
konselor akan mencabut penderitaan mereka atau setidaknya akan memberikan
formula tertentu untuk mengurangi kecemasan mereka.
Konselor
eksistensial tidak semata-mata untuk menghilangi gejala-gejala atau kecemasan.
Konselor eksistensial tidak memandang kecemasan sebagai hal yang tidak
diharapkan. Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang produktif baik konseling
individual maupun konseling kelompok. Kecemasan dapat ditransformasikan ke
dalam energi yang dibutuhkan untuk bertahan menghadapi resiko bereksperimen
dengan tingkah laku baru.
·
Dalil 6: Kesadaran atas kematian dan
non-ada
Kesadaran
atas kematian adalah kondisi manusia yang mendasar, yang memberikan makna
kepada hidup. Frankl (1965) sejalan dengan May menyebutkan bahwa kematian
memberikan makna kepada keberadaan manusia. Jika kita tidak akan pernah mati,
maka kita bisa menunda tindakan untuk selamanya. Bagi Frankl, yang menentukan
kebermaknaan hidup seseorang bukan lamanya, melainkan bagaimana orang itu
hidup. Para Eksistensialis mengungkapkan bahwa hidup memiliki makna karena
memiliki pembatasan waktu.
·
Dalil 7: Perjuangan untuk aktualisasi diri
Setiap
orang memiliki kecenderungan ke arah pengembangan keunikan dan ketunggalan,
penemuan identitas pribadi, dan perjuangan demi aktualisasi potensi-potensinya
secara penuh. Jika seseorang mampu mengaktualkan potensi-potensinya sebagai
pribadi, maka dia akan mengalami kepuasan yang paling dalam yang bisa dicapai
oleh manusia, sebab demikianlah alam mengharapkan mereka berbuat.
Dalil
Maslow tentang aktualisasi diri memiliki implikasi-implikasi yang jelas bagi
praktek psikologi konseling sebab tendensi ke arah pertumbuhan dan aktualisasi
merangkum kekuatan utama yang menggerakkan proses terapeutik.
6 Fungsi
dan Peran Terapis
Dalam pandangan eksistensialis, tugas utama dari
seorang terapis adalah
Þ Mengeksplorasi
persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ketakberdayaan, keputusasaan,
ketidakbermaknaan, dan kekosongan eksistensial serta berusaha memahami
keberadaan klien dalam dunia yang dimilikinya.
Frankl
menjabarkan peran terapis bukanlah menyampaikan kepada klien apa makna hidup
yang harus diciptakannya, melainkan mengungkapkan bahwa klien bisa menemukan
makna, bahkan juga dari penderitaan.
Proses
dan Teknik Konseling Eksistensial Humanistik
Proses konseling eksistensial humanistik
menggambarkan suatu bentuk aliansi terapeutik anatar konselor dengan konseli. Konselor
eksistensial mendorong kebebasan dan tanggung jawab, mendorong klien untuk
menangani kecemasan, keputusasaan, dan mendorong munculnya upaya-upaya untuk
membuat pilihan yang bermakna.
Teknik utama eksistensial humanistik adalah penggunaan
pribadi konselor dan hubungan konselor-konseli sebagai kondisi kondisi
perubahan. Namun eksistensial humanistik juga merekomendasikan beberapa teknik
(pendekatan) khusus seperti menghayati keberadaan dunia obyektif dan subyektif
klien, pengalaman pertumbuhan simbolik.
Proses konseling oleh para eksistensial meliputi
tiga tahap, yaitu:
a) Tahap
pertama
Konselor membantu klien
dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasikan asumsi mereka terhadap dunia.
Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima.
Konselor mengajarkan mereka bercermin pada eksistensi mereka dan meneliti peran
mereka dalam hal penciptaan masalah dalam kehidupan mereka.
b) Tahap
kedua
Klien didiorong agar
bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dari sistem mereka.
Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan
sikap mereka uuntuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
c) Tahap
ketiga
Pada tahap ketiga lebih berfokus
uuntuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien
didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien
biasanyanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupannya
yang memiliki tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang
sebagai alat untuk membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta
bertanggungjawab atas penggunaan kebebasan pribadinya.
Jadi,
Teori Eksistensial Humanistik menyimpulkan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki
beberapa dimensi dasar dalam hidupnya yaitu: kesadaran diri, kebebasan,
tanggung jawab, kecemasan, dan pencarian makna hidup. Terdapat 3 tahap proses
konseling eksistensial humanistik, yaitu:
· Konselor
membantu konseli dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasikan asumsi mereka
tentang dunia
· Konseli
didorong semangatnya untuk lebih dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari
sistem nilai mereka
· Konseling
eksistensial berfokus pada menolong konseli untuk bisa melaksanakan apa yang
telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri.
Teknik
eksistensial humanistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara
ketat. Tugas konselor di sini adalah menyadarkan konseli bahwa ia masih ada di
dunia ini dan hidupnya dapat bermakna apabila ia memaknainya.
REFERENSI:
Corey, General. 2005. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.
Bandung:Refika Aditama.
Sukardi, D.K. 1985. Pengantar teori konseling: suatu uraian ringkas. Jakarta Timur:
Ghalia Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar