TERAPI BEHAVIORAL ( BEHAVIOR THERAPY)


1.      Terapi Behavioral
Gerald Corey menjelaskan bahwa terapi behavioral adalah pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang berkaitan dengan pengubahan tingkah laku. Pendekatan, teknik, dan prosedur yang dilakukan berakar pada berbagai teori tentang belajar.  Terapi behavior adalah salah satu teknik yang digunakan dalam menyelesaikan tingkah laku yang ditimbulkan oleh dorongan dari dalam dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup, yang dilakukan melalui proses belajar agar bisa bertindak dan bertingkah laku lebih efektif, lalu mampu menanggapi situasi dan masalah dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Aktifitas inilah yang disebut sebagai belajar.

      2.      Sejarah Perkembangan dan Tokoh-tokoh Terapi Behavioral
Terapi behavior tradisional diawali pada tahun 1950-an di Amerika Serikat, Afrika Selatan, dan Inggris sebagai awal radikal menentang perspektif psikoanalisis menentang perspektif psikoanalisis yang dominan. Fokusnya adalah pada menunjukkan bahwa teknik pengkondisian perilaku yang efektif dan merupakan alternatif untuk terapi psikoanalitik.
Tokoh-tokoh terapi behavioral ini adalah BF Skinner dan Albert Bandura. BF Skinner merupakan seorang juru bicara terkemuka untuk behaviorisme dan dapat dianggap sebagai bapak dari pendekatan behavior. Skinner tidak mempercayai manusia memiliki pilihan bebas. Menurutnya, tindakan tidak dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan. Ia menekankan pandangannya pada sebab akibat antara tujuan, kondisi lingkungan, dan perilaku yang dapat diamati. Skinner tertarik pada konsep penguatan dan menerapkannya dalam dirinya sendiri. Albert Bandura dan rekan-rekannya yang merintis dalam bidang social modeling dan memperkenalkannya sebagai suatu proses yang menjelaskan beragam bentuk pembelajaran.

      3.      Tujuan Terapi Behavioral
Terapi behavioral  memfokuskan pada persoalan-persoalan perilaku spesifik atau perilaku menyimpang yang bertujuan untuk menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar dengan dasar bahwa segenap tingkah laku itu dipelajari, termasuk tingkah laku yang maladaptif.

     4.      Hakikat Manusia dalam Terapi Behavioral
Hakikat manusia dalam pandangan para behaviorist adalah pasif dan mekanistis. Manusia dianggap sebagai sesuatu yang dapat dibentuk dan doprogram sesuai dengan keinginan lingkungan yang membentuknya. Perilaku manusia adalah efek dari lingkungan dan pengaruh yang paling kuat. Maka hal itulah yang akan membentuk diri individu.

     5.      Sikap, Peran, dan Tugas Konselor
Perhatian utama konselor behavioral adalah perilaku yang tampak. Dengan alasan ini banyak asumsi yang berkembang tentang pola hubungan konselor dengan klien lebih manipulatif-mekanistik dan sangat tidak pribadi. Namun setelah diperhatikan lebih lanjut, pendekatan dalam konseling behavioral lebih cenderungg direktif karena dalam pelaksanaannya konselor-lah yang lebih banyak berperan.
Sikap yang dimiliki oleh konselor behavior adalah lebih menerima dan mencoba memahami apa yang dikemukakan konseli tanpa menilai dan mengkritiknya. Dalam proses terapi, konselor berperan sebagai guru atau mentor.
Peran Konselor:
a.       Menyebutkan tingkah laku maladaptif
b.      Memilih tujuantujuan yang masuk akal
c.       Mengarahkan dan membimbing keluarga untuk merubah tingkah laku yang tak sesuai.

Tugas utama terapis adalah melakukan tindak lanjut penilaian untuk melihat apakah perubahan yang tahan lama dari waktu ke waktu. Penekanannya adalah untuk membantu klien mempertahankan perubahan dari waktu ke waktu dan memperoleh keterampilan mengatasi perilaku dan kognitif untuk mencegahnya kambuh.

       6.      Tahap-tahap Terapi Behavioral
Tahap-tahap konseling atau terapi behavioral terdiri atas 4 tahap, yaitu:
a.       Pengukuran (assesment)
Hal-hal yang digali dalam assesmen meliputi analisis tingkah laku bermasalah yang dialami konseli saat ini, yaitu analisis situasi yang di dalamnya terjadi masalah konseli; analisis self-control; analisis hubungan sosial; dan analisis lingkungan fisik-sosial budaya.
b.      Menentukan tujuan
Tujuan yang ditetapkan akan digunakan sebagai tolak ukur untuk melihat keberhasilan proses terapi. Proses terapi akan dihentikan jika telah mencapai tujuan. Tujuan terapi harus jelas konkret, dipahami, dan disepakati oleh klien dan konselor. Konselor dan klien mendiskusikan perilaku yang terkait dengan tujuan keadaan yang diperlukan untuk perubahan sifat tujuan dan rencana tindakan untuk bekerja ke arah tujuan tersebut.
c.       Mengimplementasikan teknik
Setelah merumuskan tujuan yang ingin dicapai, konselor dan konseli menentukan strategi belajar yang terbaik untuk membantu konseli mencapai perubahan tingkah laku yang diinginkan. Konselor dan konseli mengimplementasikan teknik-teknik konseling sesuai dengan masalah yang dialami oleh konseli.
d.      Mengakhiri konseling
Proses konseling akan berakhir jika tujuan yang ditetapkan di awal konseling telah tercapai. Mekipun demikian, konseli tetap memiliki tugas yaitu terus melaksanakan perilaku baru yang diperolehnya selama proses konseling di dalam kehidupannya sehari-hari.

      7.      Teknik-teknik Terapi Behavioral
Untuk mencapai tujuan dalam proses konseling diperlukan teknik-teknik yang digunakan untuk pengubahan perilaku. Beberapa tekniknya sebagai berikut:
a.       Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan teknik relaksasi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif, biasanya berupa kecemasan, dan menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan dengan cara memberikan stimulus yang secara perlahan dan santai.
b.      Terapi Implosif
Terapi Implosif dikembangkan atas dasar pandangan tentang seseorang yang secara berulang-ulang dihadapkan pada situasi kecemasan dan konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan ternyata tidak muncul, maka kecemasan akan hilang. Atas dasar itu klien diminta untuk membayangkan stimulus-stimulus yang menimbulkan kecemasan.

c.       Latihan Perilaku Asertif
Latihan perilaku asertif digunakan untuk melatih individu yang mengalami kesulitan untuk menyatakan dirinya bahwa tindakannya layak atau benar.
d.      Pengkondisian Aversi
Teknik pengkondisian diri digunakan untuk meredakan perilaku simptomatik dengan cara menyajikan stimulus yang tidak menyenangkan, sehingga perilaku yang tidak dikehendaki tersebut terhambat kemunculannya.  
e.       Pembentukan Perilaku Model
Perilaku model digunakan untuk membentuk perilaku baru pada klien, memperkuat perilaku yang sudah terbentuk dengan menunjukkan kepada klien tentang perilaku model, baik menggunakan model audio, model fisik, atau lainnya yang dapat diamati dan dipahami jenis perilaku yang akan dicontoh.
f.       Kontrak Perilaku
Kontak perilaku adalah persetujuan antara dua orang atau lebih (konselor dan klien) untuk mengubah perilaku tertentu pada klien. Dalam terapi ini konselor memberikan ganjaran positif yang penting dibandingkan memberikan hukuman jika kontrak tidak berhasil.
g.      Token Ekonomi
Token ekonomi dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token ekonomi, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan perkuatan yang nyata yang nantinya bisa ditukarkan dengan objek atau hak istimewa yang diinginkan. Tujuan prosedur ini adalah mengubah motivasi yang ekstrinsik menjadi motivasi yang intrinsik. Diharapkan bahwa perolehan tingkah laku yang diinginkan akhirnya dengan sendirinya akan menjadi cukup mengganjar untuk memelihara tingkah laku yang baru.

        8.      Kelebihan dan Kelemahan Terapi Behavioral
          Kelebihan Terapi Behavioral:
a.    Pembuatan tujuan terapi antara konselor dan konseli diawal dijadikan acuan keberhasilan proses terapi.
b.      Memiliki berbagai macam teknik konseling yang teruji dan selalu diperbaharui
c.       Waktu konseling relatif singkat
d.     Kolaborasi yang baik antara konselor dan konseli dalam penetapan tujuan dan pemilihan teknik.
Kelemahan Terapi Behavioral:
a.       Dapat mengubah perilaku tetapi tidak mengubah perasaan
b.      Mengabaikan faktor relasional penting dalam terapi
c.       Tidak memberikan wawasan
d.      Mengobati gejala dan bukan penyebab
e.       Melibatkan kontrol dan manipulasi oleh konselor.
REFERENSI
Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

RATIONAL EMOTIVE THERAPY




A. TOKOH RATIONAL EMOTIVE THERAPY (RET) 

    Pelopor dan sekaligus promotor utama konseling Rational Emotive Therapy adalah Albert Ellis. Pada mulanya Ellis mendapat pendidikan dalam psikoanalisa, akan tetapi dalam pengalaman prakteknya ia merasa kurang meyakini psikoanalisa yang dianggap ortodoks. Menurut pengakuan Ellis, konseling Rational Emotif Therapy berasal dari aliran pendekatan kognitif behavioristik. Menurut Ellis berpandangan bahwa RET merupakan terapi yang sangat komprehensif, yang menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan emosi, kognisi, dan perilaku. 

   Selepas membuat kesimpulan bahan psikoanalisis adalah bentuk rawatan yang tidak sainstifik dan superfisikal, beliau mengkaji beberapa sistem yang lain. Pada awal 1955, beliau menggabungkan terapi humanistik, falsafah, dan tingkah laku untuk membentuk terapi rasional-emotif. Ellis dikenal sebagai bapak teori Rational Emotive Therapy. Ellis telah membina teori berasaskan kepada kognitif tapi selepas itu beliau telah meluaskan asas teorinya yang memasukkan konsep tingkah laku dan emosi. Teori ini adalah satu usaha yang konsisten untuk memperkenalkan pendekatan pemikiran logika dan proses kognitif di dalam konseling. Ellis percaya bahwa manusia mempunyai pemikiran dan kepercayaan yang tidak rasional perkara ini lah yang selalu menyebabkan gangguan emosi. 

    Rational emotive therapy dalah teori yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti manusia bebas berpikir, bernafas, dan berkehendak. 

B. KONSEP DASAR RATIONAL EMOTIONAL THERAPY

    Albert Ellis memandang manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkah laku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkah laku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional. 

   Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional. Masalah-masalah emosional terletak dalam berpikir yang tidak logis. Dengan mengoptimalkan kekuatan intelektualnya, seseorang dapat membebaskan dirinya dari gangguan emosional. 

    Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis yaitu ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, diantaranya: 

1. Antecedent event (A) 

ð merupakan segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang. 

2. Belief (B) 

ð merupakan keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau sistem keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif. 

3. Emotional consequence (C) 

ð merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.

    Selain itu, Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus me­lawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psi­kologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional. Contohnya adalah orang yang depresi merasa sedih dan ke­sepian karena dia keliru berpikir bahwa dirinya tidak pantas dan merasa dikucilkan. Padahal, penampilan orang depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami depresi. Jadi, tugas seorang terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan kesepian yang dialami orang depresi, melainkan me­nyerang keyakinan mereka yang negatif terhadap diri sendiri. 

     Walaupun tidak terlalu penting bagi seorang terapis mengetahui titik utama keyakinan-keyakinan irasional tadi, namun dia harus mengerti bahwa keyakinan tersebut adalah hasil “pengkondisian filosofis”, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang muncul secara otomatis, persis seperti kebiasaan kita yang langsung mengangkat dan menjawab telepon setelah mendengarnya berdering. 

     Para penganut teori Rational Emotive Therapy percaya bahwa tidak ada orang yang disalahkan dalam segala sesuatu yang dilakukannya, tetapi setiap orang bertanggung jawab akan semua perilakunya. 

C. PANDANGAN TENTANG SIFAT MANUSIA 

Pandangan Rational Emotive Therapy tentang manusia adalah sebagai berikut: 

1. Neurosis, 

ð yang didefinisikan sebagai “berfikir dan bertingkah laku irasional“, adalah sesuatu keadaan alami yang pada taraf tertentu menimpa kita semua. Keadaan ini berakar dalam pada kenyataan bahwa kita adalah manusia dan hidup dengan manusia-manusia lain dalam masyarakat. 

2. Psikopatologi 

ð pada mulanya dipelajari dan diperhebat oleh timbunan keyakinan-keyakinan irasional yang berasal dari orang-orang yang berpengaruh pada masa kanak-kanak. 

      Emosi-emosi adalah produk pemikiran manusia. Jika kita berfikir buruk tentang sesuatu, maka kita pun akan merasakan sesuatu itu sebagai hal yang buruk. RET menekankan bahwa menyalahkan adalah inti sebagian besar dari gangguan emosional. Oleh karena itu, jika kita ingin menyembuhkan orang yang neurotik atau psikotik, kita harus menghentikan penyalahan diri dan penyalahan terhadap orang lain yang ada pada orang tersebut. 

      RET berhipotesis bahwa dkarenakan kita tumbuh dalam masyarakat, kita cenderung menjadi korban dari gagasan-gagasan yang keliru. Beberapa gagasan irasional yang menonjol yang terus-menerus diinternalisasi dan tanpa dapat dihindari mengakibatkan kekalahan diri. 

D. TEKNIK-TEKNIK KONSELING 

Pendekatan konseling Rasional Emotive Therapy menggunakan berbagai teknik yang disesuaikan dengan kondisi klien. Beberapa teknik dimaksud antara lain adalah sebagai berikut: 

1. Assertive adaptive 

ð Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong, dan membiasakan konseli untuk secara terus-menerus menyesuaikan dirinya dengan tingkah laku yang diinginkan. Latihan-latihan yang diberikan lebih bersifat pendisiplinan diri konseli. 

2. Bermain peran (Sosiodrama) 

ð Teknik untuk mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dikondisikan sedemikian rupa sehingga konseli dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri melalui peran tertentu. 

3. Self Modelling 

ð Teknik yang digunakan untuk meminta klien agar “berjanji” atau mengadakan “komitmen” dengan konselor untuk menghilangkan perasaan atau perilaku tertentu. 

4. Imitasi 

ð Teknik untuk menirukan secara terus menerus suatu model tingkah laku tertentu dengan maksud menghadapi dan menghilangkan tingkah lakunya sendiri yang negatif. 

Dalam mengaplikasikan berbagai teknik konseling Rational Emotive Therapy, Albert Ellis menganjurkan untuk menggunakan dan menggabungkan beberapa teknik tertentu sesuai dengan permasalahan yang dihadapi klien. Hanya saja Ellis menyarankan agar teknik Home Work Assignment perlu digunakan sebagai syarat utama untuk sesuatu terapi atau konseling yang tuntas. Selanjutnya dikatakan oleh Ellis bahwa meskipun pada mulanya terapi rasional-emotif dimaksudkan untuk mendorong individu yang mengalami gangguan, akan tetapi dapat pula digunakan untuk membantu orang dalam mengurangi kecemasan dan permusuhan individu. 

E. TUJUAN PENDEKATAN RATIONAL EMOTIF TERAPY 

     Ellis menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam terapi rasional emotif yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu : " meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik". Tujuan dari Rational Emotive Theory adalah: 

1. Memperbaiki dan mengubah segala perilaku yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat mengembangkan dirinya. Meningkatkan self actualization-nya seoptimal mungkin. 

2. Menghilangkan gangguan emosional yang merusak diri sendiri, seperti rasa takut, cemas, rasa bersalah, dan rasa marah. Sebagai konseling dari cara berpikir keyakinan yang keliru berusaha menghilangkan dengan jalan melatih dan mengajar klien untuk menghadapi kenyataan-kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan nilai dan kemampuan diri sendiri. 

3. Untuk membangun Self Interest, Self Direction, Tolerance, Acceptance of Uncertainty, Fleksibel, Commitment, Scientific Thinking, Risk Taking, dan Self Acceptance klien. 

F. HUBUNGAN KONSELOR DAN KONSELI 

    Isu hubungan pribadi antara terapis dan konseli dalam Rational Emotive Therapy memiliki makna yang berbeda dengan yang ada dalam sebagian besar bentuk terapi yang lain. Kesesuaian dengan konsep terpusat pada pribadi dari pandangan positif tanpa syarat merupakan konsep RET pada penerimaan sepenuhnya atau toleransi. Ide dasar di sini adalah menolong konseli dalam hal menghindari sifat mengutuk diri sendiri. 

     Terapis menunjukkan sikap penerimaan mereka secara penuh dengan jalan menolak untuk mengevaluasi konselinya sebagai pribadi sementara pada saat yang bersamaan menunjukkan kesediaannya untuk tiada hentinya berkonfrontasi dengan pemikiran konselinya yang tidak masuk akal serta perilaku yang bersifat merusak diri sendiri. Tidak seperti terapis yang berorientasi pada hubungan, RET tidak memberikan arti utama pada kehangatan hubungan pribadi dan pengertian empatik, dengan asumsi bahwa hubungan yang terlalu hangat dan pengertian yang terlalu empatik bisa menjadi kontra produktif karena bisa memupuk rasa ketergantungan akan persetujuan dari pihak terapis. 

    Menurut Ellis, sebenarnya terapis RET bisa menerima konselinya sebagai orang yang tidak sempurna tanpa harus menunjukkan kehangatan hubungan antar pribadi, melainkan berbagai teknik non-personal bisa digunakan, seperti mengajar, biblioterapi, serta modifikasi perilaku tetapi selalu memberi contoh serta juga mengajarkan penerimaan secara penuh tanpa syarat. Meskipun demikian, beberapa praktisi RET memberikan penekanan pada pentingnya membangun hubungan saling mengerti dan hubungan kerjasama yang kadarnya lebih kuat daripada yang diberikan Ellis. 

     Wesler dan Wesler sepakat bahwa kondisi terapeutik Rogers (pertimbangan positif tanpa syarat, empati, dan keaslianterapis) memang bisa menjadi fasilitator pada perubahan, namun mereka menambahkan: “Kita juga percaya bahwa kondisi untuk bisa berubah ini adalah penting, tetapi kesemuanya itu dapat dilakukan dalam situasi yang direktif maupun tidak direktif. Namun, kalau semuanya itu tidak dilakukan, teknik apapun yang ada di dunia nampaknya tidak akan mampu menghasilkan sesuatu”. 

    Terapis rasional emotif seringkali terbuka dan langsung dalam mengungkapkan keyakinan dan nilai mereka sendiri. Ada beberapa orang yang bersedia untuk berbagi ketidaksempurnaan dirinya dengan konseli sebagai cara untuk mempertanyakan pendapat konseli yang tidak realistik, yaitu bahwa terapis adalah manusia yang pribadinya “utuh”. Dalam hal ini, transferensi tidaklah dianjurkan, dan kalaupun itu sampai terjadi maka terapis mungkin akan menyerangnya. Terapis ingin menunjukkan bahwa hubungan transferensi itu didasarkan pada keyakinan yang irasional, yaitu bahwa konsseli haruslah disenangi dan dicintai oleh terapis (atau sosok orangtua). 



G. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN 

v Kelebihan Rational Emotive Therapy sebagai berikut: 

1. Rational Emotive Therapy menawarkan dimensi kognitif dan menantang klien untuk meneliti rasionalitas dari keputusan yang telah diambil serta nilai yang klien anut. 

2. Rational Emotive Therapy memberikan penekanan untuk mengaktifkan pemahaman yang di dapat oleh klien sehingga klien akan langsung mampu mempraktekkan perilaku baru mereka. 

3. Rational Emotive Therapy menekankan pada praktek terapeutik yang komprehensif dan eklektik. 

4. Rational Emotive Therapy mengajarkan klien cara-cara mereka bisa melakukanterapi sendiri tanpa intervensi langsung dari terapis. 


v Kekurangan dari Rational Emotive Therapy sebagai berikut: 

1. Rational Emotive Therapy tidak menekankan kepada masa lalu sehingga dalam proses terapeutik ada hal-hal yang tidak diperhatikan. 

2. Rational Emotive Therapy kurang melakukan pembangunan hubungan antara klien dan terapis sehingga klien mudah diintimidasi oleh konfrontasi cepat terapis. 

3. Klien dengan mudahnya terbius dengan oleh kekuatan dan wewenang terapis dengan menerima pandangan terapis tanpa benar-benar menantangnya atau menginternalisasi ide-ide baru. 

4. Kurang memperhatikan faktor ketidaksadaran dan pertahanan ego. 

5. Terapis yang tidak terlatih memandang terapi sebagai “pencecaran” klien dengan persuasi, indoktrinasi logika, dan nasehat. 

6. Dikarenakan pendekatan ini sangat didaktif, terapis perlu mengenal dirinya sendiri dengan baik dan hati-hati agar tidak hanya memaksakan filsafat hidupnya sendiri kepada para klien. 



REFERENSI: 

Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama. 

Gunarsa, Singgih D. (2000). Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PSIKOTERAPI ANALISIS TRANSAKSIONAL


PSIKOTERAPI ANALISIS TRANSAKSIONAL
1     1.      Analisis Transaksional
Analisis transaksional merupakan teori kepribadian dan sistem yang terorganisir dari terapi interaksional. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa di saat kita membuat keputusan berdasarkan premis-premis masa lalu yang pada suatu waktu sesuai dengan kebutuhan kelangsungan hidup kita tetapi yang mungkin tidak lagi berlaku. Analisis transaksional merupakan psikoterapi transaksional yang dapat digunakan dalam konseling individual, tetapi lebih cocok digunakan dalam konseling kelompok.
 Analisis transaksional berfokus pada keputusan-keputusan awal yang dibuat oleh klien dan menekankan kemampuan klien untuk membuat keputusan-keputusan baru. Analisis traksaksional ini juga menekankan pada aspek-aspek kognitif rasional-behavioral dan berorientasi kepada peningkatan kesadaran sehingga klien akan mampu membuat keputusan-keputusan baru dan mengubah cara hidupnya.

      2.      Latar Belakang Sejarah
Analisis transaksional awalnya dikembangkan oleh Eric Berne (1961) yang dilatih sebagai psikoanalis Freud dan psikiater. Berne merupakan ahli ilmu jiwa terkenal di Amerika yang memulai karirnya sebagai psikatris tahun 1941 sebagai psikoanalis. Namun pada akhirnya Berne menciptakan teori baru karena kecewa dengan pelaksanaan psikoanalisa yang membutuhkan waktu lama sampai bertahun-tahun dalam menganalisis pasien.
Gagasan tentang Analisis Transaksional mulai dikenalkan ke publik tahun 1949 melalui makalah yang berjudul “The Nature of Intuition”, tetapi dalam makalah tersebut konsep Analisis Transaksional belum dirumuskan dengan jelas. Konsep Analisis Transaksional secara resmi mulai diperkenalkan pada berbagai forum ilmiah, antara lain pada “Weatern Regional Meeting of the American Group Psychoterapy Assosiation” di Los Angeles, Amerika Serikat tahun 1957 melalui makalah yang berjudul “Transactional Analysis: A New and Effection Method of Group Therapy”.
Berne melakukan percobaan selama hampir 15 tahun dan akhirnya ia merumuskan hasil percobaannya itu dalam suatu teori yang disebut “Analisis Transaksional dalam psikoterapi” yang diterbitkan pada tahun 1961. Pengikut Eric Berne adalah Thomas Harris, Mc Neel J. dan R. Grinkers.  

      3.      Asumsi Dasar
Pendekatan analisis transaksional berlandaskan suatu teori kepribadian yang berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini menyajikan suatu kerangka bagi analisis terhadap 3 kedudukan ego yang terpisah, yaitu: orang tua, dewasa, anak. Pada dasarnya analisis transaksional ini berasumsi bahwa manusia itu:
a.       Manusia memiliki pilihan-pilihan dan tidak dibelenggu oleh masa lalunya (manusia selalu berubah dan bebas untuk menentukan pilihannya).
b.      Manusia sanggup melampaui pengkondisian dan pemogragraman awal (Manusia dapat berubah asalkan ia mau). Perubahan manusia itu adalah persoalan di sini dan sekarang (here and now).
c.       Manusia bisa belajar mempercayai dirinya sendiri, berpikir dan memutuskan untuk dirinya sendiri, serta mengungkapkan perasaan-perasaannya.
d.      Manusia sanggup untuk tempil di luar pola-pola kebiasaan dan menyeleksi tujuan-tujuan dan tingkah laku baru.
e.       Manusia bertingkah laku dipengaruhi oleh pengharapan dan tuntutan dari orang lain.
f.       Manusia dilahirkan bebas tetapi salah satu yang pertama dipelajari adalah berbuat sebagaimana yang diperintahkan.

        4.      Konsep Analisis Transaksional
a.       Pandangan mengenai hakekat manusia
Analisis transaksional berakar pada filasafat antideterministic. Menempatkan iman dalam kapasitas individu untuk mengatasi kebiasaan dan pola untuk memilih tujuan-tujuan dan perilaku baru. Namun tidak berarti bahwa individu tersebut bebas dari pengaruh kekuatan sosial.  
b.      Status ego
Status ego adalah serangkaian terkait pikiran, perasaan, dan perilaku di mana bagian dari kepribadian seorang individu dimanifestasikan pada waktu tertentu. Semua transaksi analisis bekerja dengan status-status ego yang mencakup aspek penting dari kepribadian dan dianggap penting dan karakter pembeda dari terapi Analisis transaksional.  
c.       Kebutuhan Strokes
Dalam teorinya, Eric Berne mengemukakan suatu istilah yang disebut stroke, yang dapat diterjemahkan dengan “tanda perhatian”. Menurut Berne, stroke dapat dibedakan menjadi:
1)      Positive Stroke
Positive stoke merupakan segala bentuk perhatian yang secara langsung dapat memperkuat motivasi dan kegairahan dalam kehidupannya yang diperoleh seseorang dalam awal kehidupannya. Misalnya: senyuman, tepukan, piagam atas suatu prestasi, ijazah, dan lain-lain. Strokeini dapat menyebabkan seseorang merasa dihargai dan diperhatikan.
2)      Negative Stroke
Negative strokeadalah suatu bentuk strokeyang menunjukkan pandangan yang mengecewakan atau menyesali. Misalnya: pukulan, tamparan yang menyakitkan, kritikan atau kata-kata yang keras, sikap acuh tak acuh, dan lain-lain. Strokeini menyebabkan seseorang merasa tidak dihargai dan tidak berarti, dan secara langsung memungkinkan seseorang memiliki sikap yang defensive untuk mempertahankan diri.
3)      Conditional Stroke
Conditional strokedapat diartikan sebagai suatu tanda perhatian yang diperoleh seseorang disebabkan ia telah melakukan sesuatu. Misalnya: “Saya mau membantu kamu, asalkan kamu membelikan saya makanan.”
4)      Unconditional Stroke
Umconditional strokeadalah tanda perhatian yang diperoleh seseorang tanpa dikenakan persyaratan apapun. Misalnya: “Saya mau menolong kamu dengan sebaik-baiknya.”
d.      Games
Permainan atau games merupakan suatu rangkaian transaksi yang ruang geraknya menuju ke arah yang jelas dan dapat diramal seblumnya. Permainan sering menimbulkan kesulitan dalam kontak sosial serta menghalangi hubungan yang bersifat interpersonal terbuka, jujur, dan intim.
e.       Posisi Psikologi Dasar
Thomas A. Haris menyebutkan adanya 4 posisi psikologis yang menentukan kehidupan seseorang, diantaranya:
1)      Posisi pertama             : I’m Not OK – You’re OK
Posisi ini menunujukkan seseorang merasakan bahwa ia lebih rendah dari orang lain. Posisi ini adlah sikap umum yang pertama dimiliki oleh anak pada masa awal kanak-kanak. Posisi ini juga terbentuk pada seseorang yang mendapat Negative stroke. Dominisi posisi ini disebut Adapted Child (anak penurut).
2)      Posisi Kedua               : I’m Not OK – You’re Not OK
Keadaan ini lebih parah dan berbahaya dari posisi pertama, dan dipilih sebagai posisi psikologis. Posisi ini disebabkan mereka tidak memiliki gairah hidup. Mereka sudah menganggap ketidakberdayaan, ketidakmampuan yang ada pada dirinya tidak ada yang bisa menolong.
3)      Posisi ketiga                : I’m OK – You’re Not OK
Posisi ini menunujukkan adanya kecenderungan pada diri seseorang untuk menuntut seseorang, menyalahkan seseorang, mengkambing hitamkan dan menuduh orang lain. Hal ini disebabkan karena mereka merasa dikecewakan orang lain. Pada posisi ini individu menganggap dirinya lebih baik dari orang lain.
4)      Posisi keempat            : I’m OK – You’re OK
Posisi ini adalah posisi hidup yang sehat dan menunjukkan adanya suatu keseimbangan pada diri seseorang yang bersifat konstruktif. Posisi ini menunjukkan adanya pengakuan akan orang lain yang memiliki hak yang sama dengan dirinya.
              
        5.      Perkembangan Perilaku
a.       Struktur kepribadian
Berne mempunyai pengalaman ketika menghadapi klien ketika menemukan bahwa kliennya kadang-kadang berperilaku dan berfikir seperti anak-anak, tapi dalam kesempatan lain terlihat seperti orang tua dan orang dewasa. Berdasarkan pengalaman tersebut ia berkeseimpulan bahwa manusia memiliki berbagai bentuk kondisi ego, atau disebut dengan Ego states (Status Ego). Adapun struktur kepribadian itu terdiri dari 3 status ego, yaitu:
1)      Status Ego Orang tua (ego state parent)
Merupakan bagian dari kepribadian yang menunjukkan sifat-sifat orang tua, berisi perintah (harus dan semestinya). Jika individu merasa dan bertingkah laku sebagaimana orangtuanya dahulu, maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut dalam status ego orang tua. Status ego orang tua merupakan suatu kumpulan perasaan, sikap, pola-pola tingkah laku yang mirip dengan bagaimana orangtua individu merasa dan bertingkah laku terhadap dirinya.
2)      Status Ego Dewasa (ego state adult)
Merupakan bagian kepribadian yang objektif, stabil, tidak emosional, rasional, logis, tidak menghakimi, bekerja dengan fakta-fakta serta kenyataan yang ada, selalu berusaha menyelesaikan masalah menggunakan informasi yang tersedia.
3)      Status Ego Anak (ego state child)
Merupakan bagian dari kepribadian yang menunjukkan ketidakstabilan, reaktif, humor, kreatif, serta inisiatif, ingin tahu, dan sebagainya. Status ego anak berisi perasaan, tingkah laku dan bagaimana berpikir ketika masih kanak-kanak dan berkembang bersama dengan pengalaman semasa kanak-kanak.
b.      Pribadi sehat dan Pribadi bermasalah
Dalam pandangan teori ini kepribadian individu yang sehat adalah sebagai berikut:
1)      Memiliki posisi kehidupan I’m OK – You’re OK
2)      Status ego berfungsi secaratepat
3)      Relatif bebas dari secript
4)      Memahami dirinya dan orang lain
Kepribadian yang dipandang tidak normal atau pribadi yang bermasalah menurut teori ini adalah:
1)      Posisi kehidupan I’am Ok – You’re not Ok
2)      Posisi kehidupan I’am Not OK – You’re Not OK
3)      Kontaminasi status ego
4)      Eksklusi (batas status ego yang kaku)

      6.      Hakikat Konseling Analisis Transaksional
Hakikat terapi ini adalah perancangan status ego klien dalam bertransaksi sehingga klien mampu mempromosikan dirinya dengan tepat serta berupaya untuk merangsang rasa tanggung jawab pribadi klien atas tingkah lakunya sendiri, pemikiran yang logis, rasional dan tujuan-tujuan yang realistis dalam berhubungan dengan orang lain. Pendekatan kognitif dan behavioral pada terapi ini dirancang untuk membantu orang-orang dalam mengevaluasi keputusan yang telah dibuatnya seseuai dengan kelayakan saat ini.

      7.      Tujuan Konseling Analisis Transaksional
     Menurut Eric Berne terdapat 4 tujuan yang ingin dicapai dalam konseling analisis transaksional, yaitu:
a.       Konselor membantu klien yang mengalami kontaminasi status ego yang berlebihan.
b.      Konselor membantu mengembangkan kapasitas diri klien dalam menggunakan semua status egonya yang cocok, mecakup memperoleh kebebasan dan kemampuan status egonya.
c.       Konselor berusaha membantu klien dalam mengembangkan seluruh status ego dewasanya
d.      Konselor membantu klien dalam membebaskan dirinya dari posisi hidup yang kurang cocok serta menggantinya dengan rencana hidup yang baru yang lebih produktif.

      8.      Tahap-tahap & Teknik Konseling Analisis Transaksional
             Ada beberapa tahapan konseling di antaranya:
a.       Pada bagian pertama dilakukan attending (pendahuluan) untuk menentukan kontrak dengan klienm baik mengenai masalah maupun tanggung jawab kedua pihak.
b.      Pada bagian kedua baru mengajarkan klien tentang ego statenya dengan diskusi bersama klien.
c.       Membuat kontrak yang dilakukan oleh klien sendiri yang berisikan tentang apa yang akan dilakukan oleh klien, bagaimana klien akan melangkah ke arah tujuan yang telah ditetapkan, dan klien tahu kapan kontraknya akan habis.
d.      Setelah kontrak ini selesai, baru kemudian konselor bersama klien menggali ego state dan memperbaikinya sehingga terjadi dan tercapai tujuan konseling.  
Teknik yang digunakan dalam analisis transaksional diantaranya:
a.       Analisis struktur
Analisis ini maksudnya adalah analisis tehadap status ego yang menjadi dasar stuktur kepribadian klien yang terlihat dari respons atau stimulus klien dengan orang lain.
b.      Analisis transaksional
Konselor menganalisis pola transaksi dalam kelompok sehingga konselor dapat mengetahui ego state yang mana yang lebih dominan dan apakah ego state yang ditampilkan tersebut sudah tepat atau belum.
c.       Analisis mainan
Merupakan analisis hubungan transaksi yang terselubung antara klien dengan konselor atau dengan lingkungannya. Konselor menganalisis suasana permainan yang diikuti oleh klien untuk mendapat sentuhan, setelah itu dilihat apakah klien mampu menanggung resiko atau malah bergerak ke arah resiko yang tingkahnya lebih rendah.
d.      Analisis skript
Analisis skript merupakan usaha konselor untuk mengenal proses terbentuknya skript yang dimiliki klien.

      9.      Sikap dan Tugas Konselor
      Konselor dalam analisis transaksional berperan sebagai guru, pelatih, narasumber, dan sebagai fasilitator yang besikap terbuka, bertanggung jawab, tulus, terbuka, serta hangat.

      10.  Kelebihan dan Kelemahan Analisis Transaksional
           Kelebihan terapi Analisis Transaksional, yaitu:
a.       Punya pandangan optimis dan realistis tentang manusia.
b.      Penekanan waktu di sini dan sekarang (here and now).
c.       Mudah diobservasi.
d.      Meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Kelemahan terapi Analisis Transaksional, yaitu:
a.       Kurang efisien terhadap kontrak treatment karena banyak klien yang beranggapan jelek terhadap dirinya dan tidak realistis sehingga sulit tercapai kontrak karena klien tidak dapat mengungkapkan tujuan apa yang ia inginkan.
b.      Subyektif dalam menafsirkan status ego.

REFERENSI
Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Mappiare, Andi. (2010). Pengantar Konseling dan psikoterapi, Jakarta: Pt. Rajawali Grafindo Persada.  

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS