PERSON CENTER THERAPY/ CLIENT CENTERED THERAPY


NAMA            : DIFA PERMATA ANGREYANI
KELAS           : 3PA01
NPM               : 12510009

      1.      Pengantar
Person Center Therapy atau dikenal juga dengan client centered therapy pertama kali diciptakan oleh Carl Rogers. Rogers memandang manusia sebagai individu yang tersosialisasi dan bergerak ke depan, berjuang untuk berfungsi sepenuhnya, serta memiliki kebaikan yang positif. Dengan asumsi tersebut pada dasarnya manusia dapat dipercayai, kooperatif dan konstruktif, tidak perlu ada pengendalian terhadap dorongan-dorongan agresifnya.
Implikasi dari pandangan filosofis seperti ini, Rogers menganggap bahwa individu memiliki kesanggupan yang inheren untuk menjauhi maladjustment menuju ke kondisi psikologis yang sehat, konselor meletakkan tanggung jawab utamanya dalam proses terapi kepada klien. oleh karena itu konseling client centered therapy berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat keputusan-keputusan, sebab klien merupakan orang yang paling tahu tentang dirinya, dan pantas menemukan tingkah laku yang pantas baginya.

       2.      Pandangan tentang Manusia
Pandangan Rogers tentang manusia bahwa secara filosofis inti sifat manusia adalah positif, sosial, berpandangan ke depan dan realistis, serta dapat mengaktualisasikan dirinya dengan baik. Pola perilaku manusia ditentukan oleh kemampuan untuk membedakan antara respon yang efektif (menghasilkan rasa senang) dan respon yang tidak efektif (menghasilkan rasa tidak senang). Di samping itu pada dasarnya manusia itu kooperatif, konstruktif, dapat dipercaya, memiliki tendensi dan usaha mengaktualisasikan dirinya. Sehingga individu dapat men’take charge’ kehidupannya, membuat keputusan untuk berbuat baik, dan bertanggung jawab terhadap apa yang telah diputuskannya. (Capuzzi dan Gross, 1995)

      3.      Ciri-ciri Pendekatan Person Center Therapy / Client Centered Therapy
Rogers (dalam Corey, 2009) menguraikan ciri-ciri yang membedakan pendekatan Person Center Therapy dengan pendekatan-pendekatan lain. Pendekatan Person Center Therapy difokuskan pada tanggung jawab dan kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara lebih penuh. Pendekatan terapi ini lebih menekankan pada dunia fenomenal klien, yaitu dengan empati dan usaha untuk memahami klien. Dengan empati yang cermat dan usaha untuk memahami kerangka acuan internal klien, terapis memberikan pelatihan terutama pada persepsi diri klien dan persepsinya terhadap dunia.
Prinsip-prinsip terapi Person Center Therapy diterapkan pada individu yang fungsi psikologisnya berada pada taraf yang relatif normal maupun pada individu yang derajat penyimpangan psikologisnya lebih besar. Terapi Person Center Therapy memasukkan konsep bahwa fungsi terapi adalah tampil langsung dan bisa dijangkau oleh klien serta memusatkan perhatian pada pengalaman di sini- dan –sekarang yang tercipta melalui hubungan antara klien dan terapis. terapi Person Center Therapy bukanlah sekumpulan teknik dan juga bukan suatu dogma.

      4.      Tujuan Konseling Person Center Therapy
Secara umum tujuan dari konseling ini adalah untuk memfokuskan diri klien pada pertanggungjawaban dan kapasitasnya dalam rangka menemukan cara yang tepay untuk menghadapi realitas yang dihadapi klien (dalam Corey, 1986) atau dengan kata lain membantu klien agar berkembang secara optimal sehingga mampu menjadi manusia yang berguna. (Sukardi, 1984)

Rogers (dalam Corey, 2009) menguraikan ciri-ciri orang yang bergerak ke arah menjadi tambah teraktual sebagai berikut:
a)      Keterbukaan pada pengalaman
b)      Kepercayaan terhadap organisme sendiri
c)      Tempat evaluasi internal
d)     Ketersediaan untuk menjadi suatu proses

Sedangkan secara terinci tujuan Person Center Therapy adalah sebagai berikut (Sukardi, 1984):
a)      Membebaskan klien dari berbagai konflik psikologi yang dihadapinya.
b)      Menumbuhkan kepercayaan pada diri klien bahwa ia memiliki kemampuan untuk mengambil satu atau serangkaian keputusan yang terbaik bagi dirinya sendiri tanpa merugikan orang lain.
c)      Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada klien untuk belajar mempercayai orang lain dan memiliki kesiapan secara terbuka untuk menerima berbagai pengalaman orang lain yang bermanfaat bagi dirinya sendiri.
d)     Memberikan kesadaran kepada klien bahwa dirinya adalah merupakan bagian dari suatu lingkup sosial budaya yang luas. Meskipun demikian, ia tetap masih memiliki kekhasan atau keunikan tersendiri.
e)      Menumbuhkan suatu keyakinan kepada klien bahwa dirinya terus tumbuh dan berkembang.

Terapis tidak memilih tujuan-tujuan yang khusus bagi klien. Tonggak terapi ini adalah anggapannya bahwa klien dalam hubungannya dengan terapis yang menunjang, memiliki kesanggupan untuk menentukan dan menjernihkan tujuan-tujuannya sendiri.

        5.      Teknik Konseling Person Center Therapy
Rogers (dalam Corey, 2009) menekankan bahwa yang terpenting dalam proses konseling ini adalah filsafat dan sikap konselor, bukan pada teknik yang didesain untuk membuat klien “membuat sesuatu”. Pada dasarnya teknik itu menggambarkan implementasi filsafat dan sikap yang harus konsisten dengan filsafat dan sikap konselor. Dengan adanya perkembangan yang menekankan filsafat dan sikap ini maka ada perubahan-perubahan di dalam frekuensi penggunaan bermacam teknik. Misalnya adalah bertanya, penstrukturan, interpretasi, memberi saran atau nasehat.
Teknik-teknik tersebut sebagai cara untuk mewujudkan dan mengkomunikasikan acceptance, understanding, menghargai, dan mengusahakan agar klien mengetahui bahwa konselor berusaha mengembangkan internal frame of reference klien dengan cara konselor mengikuti fikiran, perasaan dan eksplorasi klien yang merupakan teknik pokok untuk menciptakan dan memelihara hubungan konseling. Oleh karenanya teknik-teknik tersebut tidak dapat digunakan secara self compulsy (dengan sendirinya) bila konselor tidak tahu dalam menggunakan teknik-teknik tersebut.
Dengan demikian proses konseling ditinjau dari pandangan klien, pengamatan dan perubahan yang terjadi did alam diri klien, bisa juga dilihat dari sudut pandang konselor berdasarkan bagaimana tingkah laku dan partisipati konselor dalam hubungan ini.

      6.      Peran dan Fungsi Terapis
Peran terapis di sini adalah menciptakan hubungan yang bersifat menolong di mana klien bisa mengalami kebebasan yang diperlukan dalam rangka menggali kawasan kehidupannya yang saat ini berada dalam kondisi inkongruen. Peran terapis dalam membina hubungan dengan klien adalah sangat penting. Terapis sebisa mungkin membatasi diri untuk mengintervensi klien dengan tidak memberikan nasehat, pedoman, kritik, penilaian, tafsiran, rencana, harapan, dan sebagainya sehingga dia hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses konseling. (Corey, 1986)
Rogers juga menerangkan bahwa peran konselor Person Center Therapy adalah sebagai berikut:
a)      Menyediakan konsisi terapeutik agar klien dapat menolong dirinya dalam rrangka mengaktualisasikan dirinya.
b)      Memberikan penghargaan yang positif yang tidak terkondisi bagi klien.
c)      Mendengarkan dan mengobservasi lebih jauh untuk mendapatkan aspek verbal dan emosional klien.
d)     Memberikan pemahaman empatik untuk melihat kekeliruan dan inkongruen yang dialami oleh klien
e)      Peduli dan ramah.
Oleh karena itu tugas utama terapis adalah memahami dunia klien sekomprehensif mungkin dan mendorong klien untuk bertanggung jawab terhadap perbuatan dan keputusan yang diambilnya.
 Dalam konseling ini ada beberapa fungsi yang perlu dipenuhi oleh seorang terapis, yaitu:
a)      Menciptakan hubungan yang permisif, terbuka, penuh pengertian dan penerimaan agar klien bebas mengemukakan masalahnya.
b)      Mendorong kemampuan klien untuk melihat berbagai potensinya yang dapat menjadi acuan dalam pengambilan keputusan.
c)      Mendorong klien agar ia yakin bahwa ia mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
d)     Mendorong klien agar ia mampu mengambil keputusan dan bertanggung jawab sepenuhnya atas keputusan yang telah ditetapkannya.

       7.      Kelebihan dan Kelemahan Person Center Therapy
·         Kelebihan
a)      Pemusatan pada klien dan bukan pada terapis
b)      Identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian
c)      Lebih menekankan pada sikap terapi daripada teknik
d)     Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
e)      Penekanan emosi, perasaan, dan afektif dalam terapi.
f)       Klien merasa mereka dapat menegkspresikan dirinya secara penuh ketika mereka mendengarkan dan tidak dijustifikasi.
·         Kelemahan
a)      Terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana
b)      Terlalu menekankan aspek afektif, emosional, dan perasaan
c)      tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk menilai individu.
d)     Tidak cukup sistematik
e)      Tidak bisa digunakan pada penderita psikopatologi yang parah
REFERENSI
Corey, Gerald. (2009). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.

http://enamkonselor.files.wordpress.com/2012/05/clientcenteredtherapy1.pdf

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

TERAPI EKSISTENSIAL-HUMANISTIK



        Pengantar Terapi Eksistensial-Humanistik
Psikologi telah lama didominasi oleh pendekatan empiris terhadap studi tentang tingkah laku individu. Banyak ahli psikologi Amerika yang menunjukkan kepercayaan pada definisi-definisi operasional dan hipotesis-hipotesis yang bisa diuji serta memandang usaha memperoleh data empiris sebagai satu-satunya pendekatan yang sahih guna memperoleh informasi tentang tingkah laku manusia. Di masa lalu tidak terdapat bukti adanya minat yang serius terhadap aspek-aspek filosofis dari konseling dan psikoterapi. Pendekatan eksistensial-humanistik menekankan pada renungan-renungan filosofis tentang apa artinya menjadi manusia yang utuh.

Terapi eksistensial berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa lari dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab berkaitan. Dalam penerapan-penerapan terapeutiknya eksistensial-humanistik memusatkan perhatiannya pada filosofis si terapis. Pendekatan atau teori eksistensial-humanistik menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang berhubungan dengan sesama yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya, dan menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.

Pendekatan eksistensial-humanistik mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, sentral memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. ia menunjukkan bahwa manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial secara tajam berfokus pada fakta-fakta utama keberadaan manusia-kesadaran diri dan kebebasan yang konsisten.

Sebenarnya Eksistensial-humanistik dengan tokoh Victor Frankl dan Rollo May ini bukan terapi, tetapi filsafat sebagai pendekatan yang berkembang dari reaksi terhadap dua model besar dalam terapi, yaitu Psikoanalisis dan Behaviorisme. Dalam pandangan Victor Frankl sebagai tokoh Logo Therapy (Logo Therapy adalah terapi yang menekankan pada kebermaknaan hidup dengan amalan) yang juga bicara eksistensial-humanistik, terapi memasuki dunia subyektif klien tanpa praduga apapun.

        Konsep-konsep Utama Terapi Eksistensial Humanistik
Pendekatan Eksistensial-humanistik berfokus pada diri manusia. Pendekatan ini mengutamakan suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia. Konsep-konsep utama pendekatan eksistensial-humanistik yang membentuk landasan bagi praktek konseling, yaitu:
a)    Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seseorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para eksistensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
b)   Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan eksistensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (non-being). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya.    
c)    Penciptaan makna
Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, keterasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tahap tertentu, jika tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menjadi ‘sakit’.
  
       Tujuan Eksistensial Humanistik
Tujuan mendasar eksistensial humanistik adalah membantu individu menemukan nilai, makna, dan tujuan dalam hidup manusia sendiri. Diarahkan untuk membantu klien agar menjadi lebih sadar bahwa mereka memiliki kebebasan untuk memilih dan bertindak, dan kemudian membantu mereka membuat pilihan hidup yang memungkinkannya dapat mengaktualisasikan diri dan mencapai kehidupan yang bermakna. Menurut Gerald Corey, terapi eksistensial humanistik bertujuan agara klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya. Terdapat 3 karakterisitik dari keberadaan otentik yaitu:
·         menyadari sepenuhnya keadaan sekarang
·         memilih bagaiman hidup pada saat sekarang
·         memikul tanggung jawab untuk memilih.

Pada dasarnya terapi eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri klien dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yaitu menjadi bebas dan bertanggung jawab atas  arah hidupnya.

4        Ciri-ciri Eksistensial Humanistik
Adapun ciri-ciri dari terapi eksistensial humanistik adalah sebagai berikut:
a) Eksistensialisme bukanlah suatu aliran, melainkan suatu gerakan yang memusatkan penyelidikannya. Manusia sebagai pribadi individual dan ada dalam dunia.
b)     Adanya dalil-dalil yang melandasi
c)     Berusaha melengkapi, bukan menyingkirkan dan menggantikan orientasi-orientasi yang ada dalam psikologi
d)  Sasaran eksistensial adalah mengembangkan konsep yang komkomperehensif tentang manusia dan memahami manusia dalam keseluruhan realitas eksistensialnya. Misalnya pada kesadaran, perasaan-perasaan, suasana-suasana perasaan, dan pengalaman-pengalaman pribadi individual yang berkaitan dengan keberadaan individualnya dalam dunia dan diantara sesamanya. Tujuan utamanya adalah menemukan kekuatan dasar, tema, atau tendensi dari kehidupan manusia yang dapat dijadikan kunci kearah memahami manusia.
e)     Tema-temanya adalah hubungan anta manusia, kebebasan dan tanggung jawab, skala nilai-nilai individual, makna hidup, penderitaan, keputus-asaan, kecemasan, dan kematian.

  
5       Tema-tema dan Dalil-dalil Utama Eksistensial
·         Dalil 1: Kesadaran diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadarkan diri yang menjadikan dirinya mampu melampaui situasi sekarang dan membentuk basis bagi aktivitas-aktivitas berpikir dan memilih yang khas manusia. Kesadaran diri itu membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain manusia bisa tampil di luar diri dan berefleksi atas keberadaannya.
Pada hakikatnya, semakin tinggi kesadaran diri seseorang, maka ia semakin hidup sebagai pribadi atau sebagaimana dinyatakan oleh Kierkegaard, “Semakin tinggi kesadaran, maka semakin utuh diri seseorang.” Dengan kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya untuk memilih. Dengan demikian, meningkatkan kesadaran berarti meningkatkan kesanggupan seseorang untuk mengalami hidup secara penuh sebagai manusia.

·         Dalil 2: Kebebasan dan tanggung jawab
Manusia adalah makhluk yang menentukan diri, dalam arti bahwa dia memiliki kebebasan untuk memilih diantara alternatif-alternatif, karena manusia pada dasarnya bebas, maka ia harus bertanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan nasibnya sendiri. Pendekatan eksistensial meletakkan kebebasan, determinasi diri, keinginanm dan putusan pada pusat keberadaan manusia.
Kebebasan adalah kesanggupan untuk meletakkan perkembangan di tangan sendiri dan untuk memilih diantara alternatif-alternatif. Para eksistensialis tidak melihat dasar bagi konseling dan psikoterapi tanpa pengakuan atas kebebasan dan tanggung jawab yang dimiliki oleh masing-masing individu. Terapis perlu mengajari klien bahwa dia bisa mulai membuat pilihan meskipun klien boleh jadi telah menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk melarikan diri dari kebebasan memilih.

·         Dalil 3: Keterpusatan dan kebutuhan akan orang lain
Para eksistensialis berdalil bahwa bagian dari kondisi manusia adalah pengalaman kesendirian. Bagaimana kita bisa memperoleh kekuatan dari pengalaman melihat kepada diri sendiri dan dari merasakan kesendirian dan keterpisahan. kita berjuang untuk menemukan, untuk menciptakan, dan untuk memelihara inti dari ada kita. Salah satu ketakutan dari konseli adalah bahwa mereka tidak akan menemukan diri mereka. Mereka hanya menganggap bahwa mereka bukan siapa-siapa.
Para konselor eksistensial bisa memulai dengan meminta kepada para konselinya untuk mengakui perasaannya sendiri. Sekali konseli menunjukkan keberanian untuk mengakui ketakutannya, mengungkapkan ketakutan dengan kata-kata dan membaginya, maka ketakutan itu tidak akan begitu menyelubunginya lagi. Untuk mulai bekerja bagi konselor adalah mengajak konseli untuk menerima cara-cara dia hidup di luar dirinya sendiri dan mengeksplorasi cara-cara untuk keluar dari pusatnya sendiri.
  
·         Dalil 4: Pencarian makna
Salah satu karakteristik yang khas pada manusia adalah perjuangannya untuk merasakan arti dan makna hidup. Manusia pada dasarnya selalu dalam pencarian makna dan identitas pribadi. konseling eksistensial bisa menyediakan kerangka konseptual untuk membantuk konseli dalam usahanya mencari makna hidup.
Konselor harus menaruh kepercayaan terhadap kesanggupan konseli dalam menemukan sistem nilai yang bersumber pada dirinya sendiri yang memungkinkan hidupnya bermakna, kepercayaan konselor terhadap konseli adalah variabel yang penting dalam mengajari konseli agar mempercayai kesanggupannya sendiri dalam menemukan sumber nilai-nilai baru dari dalam dirinya.

·         Dalil 5: Kecemasan sebagai syarat hidup
Kebanyakan orang mencari bantuan profesional karena mereka mengalami kecemasan atau depresi. banyak konseli yang memasuki kantor konselor disertai harapan bahwa konselor akan mencabut penderitaan mereka atau setidaknya akan memberikan formula tertentu untuk mengurangi kecemasan mereka.
Konselor eksistensial tidak semata-mata untuk menghilangi gejala-gejala atau kecemasan. Konselor eksistensial tidak memandang kecemasan sebagai hal yang tidak diharapkan. Kecemasan adalah bahan bagi konseling yang produktif baik konseling individual maupun konseling kelompok. Kecemasan dapat ditransformasikan ke dalam energi yang dibutuhkan untuk bertahan menghadapi resiko bereksperimen dengan tingkah laku baru.

·         Dalil 6: Kesadaran atas kematian dan non-ada
Kesadaran atas kematian adalah kondisi manusia yang mendasar, yang memberikan makna kepada hidup. Frankl (1965) sejalan dengan May menyebutkan bahwa kematian memberikan makna kepada keberadaan manusia. Jika kita tidak akan pernah mati, maka kita bisa menunda tindakan untuk selamanya. Bagi Frankl, yang menentukan kebermaknaan hidup seseorang bukan lamanya, melainkan bagaimana orang itu hidup. Para Eksistensialis mengungkapkan bahwa hidup memiliki makna karena memiliki pembatasan waktu.

·         Dalil 7: Perjuangan untuk aktualisasi diri
Setiap orang memiliki kecenderungan ke arah pengembangan keunikan dan ketunggalan, penemuan identitas pribadi, dan perjuangan demi aktualisasi potensi-potensinya secara penuh. Jika seseorang mampu mengaktualkan potensi-potensinya sebagai pribadi, maka dia akan mengalami kepuasan yang paling dalam yang bisa dicapai oleh manusia, sebab demikianlah alam mengharapkan mereka berbuat.
Dalil Maslow tentang aktualisasi diri memiliki implikasi-implikasi yang jelas bagi praktek psikologi konseling sebab tendensi ke arah pertumbuhan dan aktualisasi merangkum kekuatan utama yang menggerakkan proses terapeutik.

6       Fungsi dan Peran Terapis
Dalam pandangan eksistensialis, tugas utama dari seorang terapis adalah
Þ Mengeksplorasi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ketakberdayaan, keputusasaan, ketidakbermaknaan, dan kekosongan eksistensial serta berusaha memahami keberadaan klien dalam dunia yang dimilikinya.
Frankl menjabarkan peran terapis bukanlah menyampaikan kepada klien apa makna hidup yang harus diciptakannya, melainkan mengungkapkan bahwa klien bisa menemukan makna, bahkan juga dari penderitaan.

           Proses dan Teknik Konseling Eksistensial Humanistik
Proses konseling eksistensial humanistik menggambarkan suatu bentuk aliansi terapeutik anatar konselor dengan konseli. Konselor eksistensial mendorong kebebasan dan tanggung jawab, mendorong klien untuk menangani kecemasan, keputusasaan, dan mendorong munculnya upaya-upaya untuk membuat pilihan yang bermakna.  
Teknik utama eksistensial humanistik adalah penggunaan pribadi konselor dan hubungan konselor-konseli sebagai kondisi kondisi perubahan. Namun eksistensial humanistik juga merekomendasikan beberapa teknik (pendekatan) khusus seperti menghayati keberadaan dunia obyektif dan subyektif klien, pengalaman pertumbuhan simbolik.
Proses konseling oleh para eksistensial meliputi tiga tahap, yaitu:
a)      Tahap pertama
Konselor membantu klien dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasikan asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Konselor mengajarkan mereka bercermin pada eksistensi mereka dan meneliti peran mereka dalam hal penciptaan masalah dalam kehidupan mereka.
b)      Tahap kedua
Klien didiorong agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dari sistem mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka uuntuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
c)      Tahap ketiga
Pada tahap ketiga lebih berfokus uuntuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanyanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupannya yang memiliki tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang sebagai alat untuk membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas penggunaan kebebasan pribadinya.

Jadi, Teori Eksistensial Humanistik menyimpulkan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki beberapa dimensi dasar dalam hidupnya yaitu: kesadaran diri, kebebasan, tanggung jawab, kecemasan, dan pencarian makna hidup. Terdapat 3 tahap proses konseling eksistensial humanistik, yaitu:
·      Konselor membantu konseli dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasikan asumsi mereka tentang dunia
·      Konseli didorong semangatnya untuk lebih dalam lagi meneliti sumber dan otoritas dari sistem nilai mereka
·      Konseling eksistensial berfokus pada menolong konseli untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka sendiri.
Teknik eksistensial humanistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Tugas konselor di sini adalah menyadarkan konseli bahwa ia masih ada di dunia ini dan hidupnya dapat bermakna apabila ia memaknainya.

 REFERENSI:
 Corey, General. 2005. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:Refika Aditama.

 Sukardi, D.K. 1985. Pengantar teori konseling: suatu uraian ringkas. Jakarta Timur: Ghalia Indonesia.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS